Mau Kerja di Jepang? Ini Prinsip Etos Kerja Orang Jepang, Wajib Tau!

etos-kerja-orang-jepan

Jepang dikenal sebagai  salah satu negara paling maju di Asia, bahkan di dunia. Sebagai negara maju, kesejahteraan masyarakat di negara ini terbilang jauh lebih baik dibandingkan masyarakat di negara berkembang. Sehingga banyak orang Indonesia yang ingin Kerja di Jepang.

Namun jika ditelusuri lebih dalam, semua pencapaian tersebut tidak terlepas dari cara kerja orang Jepang yang memang di atas rata-rata.

Bangsa Jepang memiliki etos kerja yang sangat tinggi. Mereka dikenal suka bekerja keras, bahkan cenderung gila kerja. Atas dasar inilah, banyak orang yang berusaha mencontoh etos kerja orang Jepang, setidaknya dalam beberapa aspek.

Mengenal Etos Kerja

Etos kerja merupakan perwujudan dari kedisiplinan, motivasi dan produktivitas seseorang dalam bekerja. Itulah kenapa orang dengan etos kerja tinggi umumnya dapat dilihat dari produktivitasnya yang juga tinggi.

Tinggi rendahnya etos kerja seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh diri sendiri atau motivasi intrinsiknya. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi, seperti agama, budaya, sosial politik, kondisi lingkungan dan pendidikan. 

Terkait etos kerja, orang Jepang punya standar yang terbilang tinggi. Tenaga profesional Jepang terkenal akan kedisiplinannya. Bahkan bisa dikatakan jika etos kerja orang Jepang terkesan keras dan cenderung ekstrem.

Disiplin seperti ini tidak terlepas dari pendidikan orang Jepang. Bahkan sejak berada di bangku sekolah, anak-anak sudah diajarkan tentang disiplin sejak dini.

Jepang Negara Hard-working, Apa Benar Demikian?

Sudah menjadi rahasia umum jika Jepang dikenal punya budaya hard-working. Lingkungan kerja di Jepang seakan mendorong terciptanya banyak orang yang gila kerja (workaholic).

Dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2015, sebanyak 53% orang Jepang tidak tahu berapa banyak cuti tahunan yang mereka miliki. Tidak hanya itu, sebagian besar dari pekerja Jepang justru sering merasa bersalah saat mengambil cuti berbayar. 

Hanya 52% peserta survei yang setuju bahwa work-life-balance itu penting. Pertanyaan berikutnya, mengapa orang-orang Jepang bekerja begitu keras?

Budaya kerja keras bahkan cenderung gila kerja orang-orang Jepang tidak lepas dari sejarah dan budaya Jepang itu sendiri. Lebih mirisnya lagi, ada istilah “karoshi” yakni mati karena kerja berlebihan.

Setidaknya, ada 3 hal yang melatarbelakangi budaya hard-working di Jepang, diantaranya:

  • Pertama, karena Jepang ingin selevel dengan negara Barat sehingga mendorong bangsa Jepang untuk bekerja luar biasa keras demi mengejar ketertinggalan. 
  • Kedua, bangsa Jepang memiliki mindset kolektif di mana perusahaan harus lebih diutamakan dibandingkan diri sendiri. 
  • Ketiga, banyaknya layanan yang tersedia secara 24 jam non-stop.

     

Meski jam kerja di Jepang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain, kini semua itu telah berubah. Semangat kerja keras memang masih ada, kan tetapi perbaikan dalam hal work-life-balance terus mengalami kemajuan. Jam kerja yang panjang secara berangsur-angsur juga semakin berkurang.

Prinsip Etos Kerja Orang Jepang

1. Meishi Kokan (明石公館)

Meishi kokan sebenarnya merupakan budaya bertukar kartu nama. Sama seperti di Indonesia, budaya ini ditujukan untuk memperkenalkan diri secara formal dan profesional.

Orang Jepang memiliki tata cara atau tata krama sendiri saat bertukar kartu nama. Misalnya mulai dari sikap, cara memberikan kartu nama hingga tata krama saat menerima kartu nama dari lawan bicara.

Saat akan memberi kartu nama, orang Jepang memulainya dengan sikap berdiri sambil mengucapkan “hajimemashite” atau “salam kenal” dalam bahasa Indonesia. Pemberi kartu nama selanjutnya memberikan kartu sambil menyebutkan nama perusahaan dan nama dirinya.

Saat memberikan kartu nama, kartu nama harus menghadap ke penerima untuk memudahkan membaca. Bagi penerima kartu nama, ia juga harus menerima kartu nama tersebut dengan dua tangan sambil membungkuk dan mengucapkan “choudai itashimasu” yang artinya “terima kasih atas pemberian kartu namanya”.

2. Ganbatte (がんばって)

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, “ganbatte!” atau lebih lengkapnya “ganbatte kudasai!” bisa diartikan sebagai ungkapan motivasi untuk menyemangati diri sendiri atau orang lain. Ungkapan ini mendorong orang untuk tidak putus asa dan terus berjuang. Orang yang diberi semangat biasanya akan membalas dengan mengatakan “gambarimasu!” yang menunjukkan bahwa dirinya akan berusaha sebaik-baiknya.

Budaya memberi semangat seperti ini sudah ada sejak lama dan mengakar kuat dalam benak masyarakat Jepang. Dalam kehidupan, budaya ini turut menciptakan mental masyarakat Jepang yang pantang menyerah.

3. Kaizen (カイゼン)

Kaizen merupakan salah satu budaya masyarakat Jepang yang berkontribusi besar dalam kemajuan Jepang baik sebagai salah satu raksasa ekonomi maupun teknologi dunia. Filosofi kaizen sendiri bertumpu pada cara berpikir bahwa hidup harus terus maju ke depan dengan konsisten melakukan perbaikan.

Konsep kaizen ini juga dapat dimaknai sebagai peningkatan yang dilakukan secara terus-menerus. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan begitu juga seterusnya. Inilah yang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan Jepang sebagai bangsa dan negara.

4. Bushido (武士道)

Salah satu alasan Jepang mampu menjadi negara dan bangsa yang besar adalah karena kedisiplinannya yang tinggi. Tingkat disiplin seperti ini tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Semua itu berasal dari filosofi bushido.

Bushido sendiri berasal dari 3 kata, yakni “bu” yang berarti beladiri, “shi” yang artinya samurai dan “do” yang berarti jalan. Merujuk pada 3 kata tersebut, bushido dapat diartikan sebagai tata cara berperilaku seorang ksatria. Bushido juga kerap diartikan sebagai kode etik samurai dalam tatanan feodalisme masa lampau Jepang.

Di masa lalu, bushido menjadi filosofi dan landasan mentalitas seorang samurai. Meski era samurai telah lama berakhir, filosofi bushido belum mati. Di era modern seperti sekarang ini, bushido masih tetap hidup dalam keseharian masyarakat Jepang.

Bushido mengajarkan masyarakat Jepang akan kesetiaan, disiplin, kerja keras, ketajaman berpikir, tata krama, etika, sopan santun, sikap rela berkorban, hemat, kebersihan, kesabaran, kesederhanaan serta kesehatan jasmani dan rohani. Selain itu, bushido juga mengajarkan masyarakat Jepang untuk totalitas dalam melakukan apapun.

5. Keishan/Keizan (桂山)

Sekilas keishan atau keizan ini memang terlihat mirip seperti kaizen. Keduanya sama-sama mendorong masyarakat Jepang untuk terus meningkatkan dirinya. Hanya saja, keishan lebih menekankan pada peningkatan produktivitas, kreativitas dan kemampuan untuk terus berinovasi.

Prinsip keishan bisa dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan. Berkat prinsip ini jugalah, Jepang menjadi salah satu negara paling kreatif dan inovatif di dunia. Mulai dari teknologi hingga seni, selalu ada inovasi yang dilakukan. Bahkan terkadang ada beberapa inovasi yang tak terpikirkan namun ada di Jepang.

Mau Kerja di Jepang? Yuk, Belajar Bahasa Jepang Dulu di Cakap!

Jepang merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Karena itu jika dibandingkan dengan negara berkembang, standar gaji di Jepang jauh lebih tinggi. Sebagai konsekuensinya, biaya hidup di Jepang memang lebih tinggi juga, namun hal tersebut dinilai masih lebih baik. Hal inilah yang membuat banyak warga Indonesia ingin bekerja di Jepang.

Namun untuk bisa bekerja di Jepang, kamu harus menguasai bahasa Jepang terlebih dahulu sambil mulai membiasakan diri dengan budaya kerja di Jepang. Baca Artikel Panduan & Syarat Kerja di Jepang agar kamu lebih paham proses untuk bekerja disana.

Ingin belajar bahasa Jepang demi karir cemerlang? Di Cakap, kamu bisa belajar bahasa Jepang dengan bimbingan tenaga pengajar berpengalaman.

Baca Juga:

Hilda
Passionate about education and crafting captivating content, I am a dedicated Content Writer with 5 years of experience in the education industry. I excel at crafting compelling narratives that educate, inspire, and entertain across various topics and subject matters. With a background in Japanese studies, I bring a unique perspective to writing about Japanese culture and language.